
Pagi itu, tgl 21 Juli 2016, UMHR Wono Lestari dan dua IKM dampingan ARuPA mendapat kunjungan dari EFI Malaysia yang membawa delegasi dari China. EFI (European Forest Institute) adalah organisasi yang dibentuk oleh negara-negara di Uni Eropa untuk melakukan penelitian terhadap pelaksanaan FLEGT di negara-negara yang melakukan ratifikasi dengan UE . Hasil penelitian yang dilakukan akan menjadi dasar pengambilan kebijkan yang nantinya akan diserahkan kepada EU.
Langkah-langkah Indonesia dengan penerapan SVLK ini yang kemudian membuka pasar Eropa. Sebagai efeknya negara-negara yang memiliki sumber daya alam lain tertarik untuk menerapkan SVLK di negara mereka. Karena tanpa SVLK produk yang masuk ke pasar Eropa di wajibkan uji tuntas terhadap bahanbaku yang digunakan. Hal inilah yang membuat EFI dan Delegasi China ingin mengetahui penerapan SVLK di Indoneisa dan sejauh mana keterlacakan legalitas bisa itu dilaksanakan.
Kunjungan pertama dilaksanakan di UMHR Wono Lestari yang merupakan salah satu hulu dari sebuah rantai yang panjang produk kehutanan . Dalam kunjungan tersebut dari EFI diwakili oleh Ms. Aimi Lee Abdullah dan rombongan delegasi China berjumlah 9 orang yang berasal dari berbagai institusi (akademisi, kemenetrian luar negeri dan perdagangan, dan beberapa praktisi kehutanan) menanyakan tentang SVLK yang diperoleh oleh UMHR Wono Lestari. Mereka melakukan diskusi dengan pengurus UMHR Wono lestari yang didampingi oleh ARuPA dan dari LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia), tentang jaminan keterlacakan bahanbaku sangat rentan terhadap pencampuran baik dokumen mapun kayunya.
Dalam kesempatan itu, Bpk. Hayu dari LEI, menceritakan sejarah panjang sertifikasi di Indonesia. LEI sebagai pengembang dari sebuah standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan merangkum kelestarian hutan rakyat dapat dilihat dari aspek produksi, aspek sosial dan aspek ekologi. Dari ARuPA juga menjelaskan tentang kelompok yang didampingi yang dahulu hanya mempunyai Sertifikasi Legalitas kayu yang bersifat wajib yang kemudian di up grade dengan pendanaan dari UE-LEI sehingga memiliki sertifikat PHBML (Pengelolaan Hutan Berbasis Masrakat Lestari) yang bersifat sukarela.
Kunjungan selanjutnya dilaksanakan di CV Annacraft dan CV Nafarel Furniture yang juga telah mendapat SVLK untuk industri kecil Menengah, diskusi menarik terjadi disini karena rombongan penasaran dengan dokumen V Legal, tanda V legal dan DKP. Setelah dijelaskan dengan menggunakan diagram, rombongan tersebut paham dengan pelaksanaan SVLK di industri.
Pada hari kedua, kunjungan dilaksanakan di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) DIY, Dalam kunjungan tersebut rombongan diterima oleh kesekretariatan dan Pengurus DPD HIMKI DIY. Diskusi di hari kedua ini difokuskan terhadap pelaksanaan lacak balak produksi untuk memastikan produk yang di olah hingga diekspor berasal dari sumber yang legal. Dalam kesempatan itu staff dari PT Jawa Furni Lestari (JFL), Andiyani menjelaskan tentang alur lacak balak yang dilakukan dan pergerakan dokumennya yang menyertai perubahan bentuk produk. Kemudian untuk mempermudah pihak ketiga untuk melakukan tracking dibuatlah QR-Code yang menjelaskan tiap komponen produk itu berasal dan rantai produksi . (ST)
gambar : Diskusi di DPD HIMKI DIY
Views: 22



Leave a Reply