Teluk Pangpang (TP) tidak hanya kawasan ekosistem lahan basah yang perlu dilindungi, tetapi juga tempat yang menyimpan nilai historis bagi Banyuwangi. Begitu ungkapan salah satu peserta dalam kegiatan Konsolidasi dan Sosialisasi Program KEE Teluk Pangpang 19 Agustus 2020 yang dilakukan secara daring yang diselenggarakan oleh BPEE, BBKSDA Jawa TImur, Dinas Kehutanan Prov. Jawa Timur, USAID Bijak dan Arupa.
Tiga abad silam, pada masanya, TP yang dikenal dengan sebutan Ulupampang, merupakan salah satu pusat pelabuhan yang ramai di ujung timur Jawa, dengan berpenghuni multi etnik (Margana 2007: 160 & 165). Selain itu, TP juga bernilai historis sebagai pusat pemerintahan kerajaan Blambangan. Pelantikan Mas Alit sebagai Bupati Blambangan dilakukan di Teluk ini, tepatnya hari selasa pagi di awal Februari 1774 yang ditandai dengan 111 dentuman senjata. Mas Alit didampingi pejabat Eropa berdiri menghadap TP yang sangat indah (Margana 2007: 153).
Kini TP tetap indah dengan tanaman mangrove sebagai tanaman konservasi lahan basah. Tahun 2011, Bupati Banyuwangi menetapkan forum pengelola ekosistem esensial lahan basah TP guna mengelola kawasan penting ini. Dan terakhir, pada Juli 2020, Gubernur Jawa Timur menetapkan TP sebagai kawasan ekosistem esensial (KEE).
KEE adalah sebuah ekosistem kawasan yang berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan yang memiliki keunikan dan atau fungsi penting bagi habitat dan atau jenis yang berada di luar kawasan konservasi, sebagaimana diatur dalam PP 28 tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
Sejak tahun 2011 hingga kini, TP telah dikelola oleh sebuah forum pengelola yang terdiri dari berbagai pihak di Banyuwangi. Rencana aksi telah disusun dan dijalankan. Sejak tahun 2018 rencana aksi mulai disusun kembali yang kemudian akan dijalankan tahun 2020-2024.
KEE TP memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dan biofisik yang luar biasa. Berdasarkan pendataan mutakhir, KEE TP memiliki 10 jenis vegetasi mangrove yang masih rapat. Terdapat 11 jenis burung liar dengan jenis yang sering ditemui yaitu jenis Kuntul. Selain itu, masih banyak sekali flora dan fauna jenis lain yang hidup dan menghidupi KEE TP ini.
Selain itu, KEE TP adalah sebuah teritori yang di dalamnya terdapat nilai yang multi-aspek yakni sejarah, budaya, sosial, ekologi, maupun ekonomi. Sebagai contoh, hutan mangrove yang kebanyakan ditanam oleh masyarakat lokal sebagai perlindungan, selain memiliki nilai ekologi yang penting, juga telah dimanfaatkan sebagai ekowisata.
KEE TP juga sekaligus tempat bertemunya berbagai kepentingan dari multi-aktor yakni individu, kelompok, swasta, BUMN, OPD Kab/Prov, dan Pemerintah Pusat. Tentu saja berbagai aktor tersebut memiliki otoritas, akses, maupun kepentingan masing-masing. Perum Perhutani memiliki ratusan hektar kawasan hutan yang masuk dalam wilayah KEE Teluk Pangpang. Demikian juga individu, kelompok masyarakat, dan swasta juga memiliki otoritas dan akses terhadap wilayah tersebut.
Berbagai skala juga berkepentingan atas wilayah ini. Sehingga KEE TP sekaligus dapat dikatakan multi-skala yang antara lain keluarga, desa, kabupaten, provinsi, nasional, dan internasional. Semua jenjang skala berkepentingan atas kawasan ekosistem esensial ini.
Dalam kegiatan koordinasi dan sosialisasi program tersebut para peserta dari berbagai pihak terkait merekomendasikan perlunya pendekatan kolaborasi/multipihak dalam pengelolaan KEE Teluk Pangpang. Selain itu, dalam penyusunan rencana aksi (5 tahunan) dan rencana pengelolaan (1 tahunan), hendaknya memperhatikan kondisi saat ini (kebijakan & lapangan) maupun harapan ke depan dari berbagai pihak tersebut.
Dalam sambutannya, Direktur BPEE Ir. Asep Sugiharta, MSc menekankan 4 prinsip dalam mengelola KEE TP yaitu Perlindungan, Pengawetan, Pemulihan, dan Pemanfaatan. Sementara itu, Hayu Wibawa dari USAID-BIJAK menjelaskan tentang 19 kegiatan yang akan dikerjakan oleh ARuPA yang terkoordinasi dalam 4 tujuan yaitu mengkaji kebutuhan penguatan forum pengelola KEE, melakukan penguatan forum dengan pelatihan dan workshop, memetakan kawasan KEE hingga blok-blok pengelolaan, serta memfasilitasi penyusunan dokumen pengelolaan.
Dalam kegiatan tersebut, berbagai pihak hadir, antara lain dari unsur OPD Provinsi Jawa Timur, OPD Kabupaten Banyuwangi, Akademisi, NGO, Perum Perhutani, Pemerintah Desa dan Kelompok Masyarakat.
Kegiatan selanjutnya yang akan diselenggarakan awal September 2020 di Banyuwangi adalah lokakarya multipihak untuk membahas hasil pemetaan para pihak yang dilakukan oleh ARuPA. Kegiatan tersebut akan diselenggarakan bekerjasama dengan Bappeda Banyuwangi.
Program Penguatan efektivitas pengelolaan KEE TP ini merupakan program bersama antara Direktorat BPEE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Besar KSDA Jawa Timur, Dinas Kehutanan Jawa Timur, dan ARuPA dengan dukungan USAID-BIJAK.