
Rabu (22/7/2020) Sleman, Yogyakarta. Sebagai ungkapan rasa syukur atas diperoleh sertifikat SVLK untuk dua kelompok sertifikasi “Indolegal Karya Gemilang” & “Wood Talk”, maka melalui acara sederhana Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) bekerja sama dengan FAO – EU FLEGT menyelenggarakan acara pertemuan yang dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat SVLK kepada 2 kelompok sertifikasi secara simbolis. Pertemuan tersebut berhasil terselenggara dengan sukses atas dukungan dari beberapa pihak terkait, diantaranya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK), tigabelas Industri Kecil dan Menengah (IKM) wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah yang tergabung dalam 2 kelompok sertifikasi yang difasilitasi ARuPA – FAO – EU FLEGT. Sebanyak 30 orang hadir sebagai perwakilan para pihak untuk turut menyaksikan prosesi serah terima sertifikat SVLK.
Kegiatan ini dihadiri oleh Tri Mulyadi selaku pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I. Yogyakarta dan juga dihadiri oleh Soelistya Wibowo selaku Direktur PT. TRANsTRA PERMADA dan juga beberapa tim auditor. Acara tersebut merupakan kegiatan puncak dari seluruh proses pendampingan yang telah dilaksanakan oleh ARuPA yang dimulai prosesnya secara efektif sejak bulan Agustus 2019 lalu. Terdapat tigabelas industri kecil menengah yang tergabung dalam program pendampingan SVLK yang dilakukan oleh lembaga ARuPA. Ke-tigabelas IKM tersebut tergabung ke dalam dua kelompok sertifikasi yaitu kelompok “Indolegal Karya Gemilang” untuk kelompok dengan keanggotaan yang badan usahanya termasuk kategori IUI kecil (nilai investasi 200 – 500 juta rupiah) dan kelompok “Woodtalk” untuk kelompok dengan keanggotaan yang badan usahanya termasuk kategori TDI (nilai investasi kurang dari 200 juta rupiah). Proses audit VLK dilakukan oleh LVLK yang berkedudukan di Provinsi D.I. Yogyakarta yaitu PT. TRANsTRA PERMADA.
Serah terima sertifikat dilakukan oleh Soelistya Wibowo selaku Direktur PT. TRANsTRA PERMADA kepada Edi Suprapto selaku Direktur Eksekutif Lembaga ARuPA. Sertifikat kemudian diserahkan kepada Ibu Astriani selaku ketua kelompok sertifikasi “Indolegal Karya Gemilang” dan juga kepada Bapak Sapto Daryono selaku ketua kelompok sertifikasi “Woodtalk”.
Acara dibuka dengan sambutan pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I. Yogyakarta Tri Mulyadi. Beliau menyampaikan apresiasi dan mengucapkan selamat atas keberhasilan diperolehnya sertifikat VLK untuk kedua kelompok yang tentunya tidak terlepas dari kerja keras seluruh IKM setelah melalui berbagai proses yang panjang. Tri Mulyadi juga berpesan kepada seluruh IKM yang hadir untuk selalu menjaga ketertiban dalam proses administrasi pasokan bahan baku serta proses produksi karena kedua hal tersebut merupakan pondasi dalam rangka verifikasi legalitas kayu. Beliau menekankan untuk menjaga kepatuhan administrasi berupa pencatatan lembar mutasi kayu (LMK) yang merupakan hal sangat penting dan sifatnya wajib untuk disampaikan secara berkala kepada DLHK setempat. Dengan begitu Dinas akan memiliki data terbaru terkait dengan penggunaan bahan baku kayu.
Praktis setelah menerima sertifikat VLK, ke-13 IKM tersebut telah resmi memegang mandat sistem Verifikasi Legalitas Kayu. Seperti yang telah jamak diketahui, SVLK digadang-gadang menjadi sebuah sistem untuk bisa memperbaiki tata kelola kehutanan di Indonesia. Mandat yang diamanatkan kepada tigabelas IKM tersebut terhitung menjadi sebuah tanggung jawab yang penuh dengan peluang dan tantangan. Direktur PT. TRANsTRA PERMADA Soelistya Wibowo menekankan kepada IKM untuk mengikuti seluruh rule of the game yang ada supaya bisa memaksimalkan peluang atas keberhasilan meraih sertifikasi VLK sekaligus bisa menghadapi berbagai tantangan yang ada di depan mata. Beliau banyak memberikan pembekalan teknis terhadap implementasi SVLK. Salah satunya adalah dengan mengoptimalkan izin kapasitas industri/jatah produksi tahunan yang telah didapatkan. IKM wajib selalu memperhatikan kapasitas industrinya untuk mengontrol supaya tidak melebihi dari kapasitas yang telah ditetapkan. Produksi yang melebihi kapasitas merupakan hal yang tidak dapat ditolerir oleh PT Transtra Permada. Hanya satu hal yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha industri apabila mengalami hal tersebut, yakni melakukan upgrade kapasitas. Wejangan ini semacam gayung bersambut, salah seorang pelaku usaha industri, yakni T. Agus Ridwan menanggapi dengan beberapa pertanyaan, sehingga terdapat diskusi disela sambutan.
Soelistya Wibowo juga menjelaskan bahwa saat ini PT. TRANsTRA PERMADA tengah mengembangkan sebuah aplikasi penerbitan dokumen V-Legal online dan bersifat self services. Inovasi ini dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi IKM pada saat akan melakukan ekspor untuk bisa meng-input seluruh data produk yang akan di ekspor yang prosesnya dilakukan secara mandiri, kapan saja dan dimana saja. Hal tersebut tentunya menjadi peluang yang menjanjikan untuk IKM supaya dapat meminimalkan peluang terjadinya kesalahan dalam penerbitan dokumen V-legal yang tentunya berimplikasi pada penghematan biaya. Berbagai kasus kritis juga diutarakan oleh Direktur PT. TRANsTRA PERMADA, diantaranya IKM harus benar-benar memastikan bahwa produk yang dikapalkan harus benar-benar sesuai dalam jumlah dan jenisnya dengan dokumen yang ada. Jika tidak, maka pada saat dilakukan pengecekan dan ternyata ditemukan ketidaksesuaian maka IKM harus segera mengajukan permohonan pembatalan dokumen V-Legal dan harus melakukan pengajuan ulang.
Direktur eksekutif ARuPA Edi Suprapto turut menekankan kepada IKM untuk memanfaatkan sertifikat VLK dengan sebaik-baiknya. Beliau menaruh kepercayaan besar kepada seluruh IKM untuk dapat berhasil dalam memanfaatkan sertifikat VLK yang sudah dimiliki. Direktur eksekutif ARuPA juga memberikan gambaran terburuk ketika IKM sudah memiliki SVLK yaitu sertifikatnya “nganggur” karena manajemen perusahaan kurang memiliki kemampuan dalam proses penerbitan dokumen V-Legal dan juga kurang kompeten dalam penyusunan laporan produksi sehingga memutuskan untuk undername saat ekspor, sekalipun sudah memiliki sertifikat legalitas kayu. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan dan sebisa mungkin tidak terjadi pada ke-13 IKM yang sudah tersertifikasi VLK tersebut. Direktur eksekutif ARuPA juga berharap untuk dapat bertambahnya anggota kelompok sertifikasi pada dua kelompok yang telah terbentuk.
Berbagai keuntungan setelah didapatkannya sertifikasi VLK bagi IKM yang secara terus menerus ditekankan oleh LVLK adalah produk IKM yang di ekspor akan masuk ke ”jalur hijau / green lane” yang mana produk yang di kirim tidak akan menjalani due diligence setelah kontainer sampai di negara tujuan sebagaimana yang harus dilakukan jika tanpa menggunakan sertifikat VLK. Sehngga harapannya bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mendukung kelancaran ekspor produk kayu ke pasar internasional. Namun, tantangannya adalah IKM harus menahan diri dari maraknya praktik “jual-beli dokumen V-Legal” yang sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh pemegang sertifikat VLK. Kendati praktik tersebut saat ini memang tidak ada payung hukumnya dan juga belum ada tindakan tegas dari pemerintah, maka jika beberapa atau sebagian besar IKM memilih terlibat dalam praktik tersebut maka hanya akan mengurangi kredibilitas SVLK itu sendiri. Walaupun memang munculnya praktik tersebut dikarenakan adanya situasi dan kondisi pasar yang tidak menentu. Sehingga dalam hal tersebut kembali lagi ke masing-masing IKM apakah memilih lebih menjaga “marwah” VLK dengan cara memanfaatkan peluang dan tantangan dengan sebaik-baiknya atau ikut hanyut ke dalam distorsi pasar dalam praktik jual-beli dokumen V-Legal yang disertai dengan segala konsekuensi yang ada? (twa/dym/ri/st)