Siang itu, mendung dan angin persawahan berhembus pelahan menerobos masuk dalam gawang-gawang jendela kuno PT Jawa Furni Lestari (JFL) . Dua model rumah kuno berdiri tegak dengan halaman dihiasi pohon kamboja jepang yang sedang bermekaran bunganya. Senyap dan hanya terdengar gemericik air di selokan persawahan yang mengairi sang dewi sri yang masih menghijau. Ah… entah sudah berapa kali tempat ini aku kunjungi, suasana yang tak pernah berbeda dari waktu ke waktu, hanya lumut-lumut didinding bata rumah ini dan beberapa jembatan kayu kecil yang mulai lapuk dimakan usia yang membuat sedikit berbeda, tentu juga pohon sengon di depan rumah yang semakin menjulang dan semakin besar.
Satu persatu deru motor berdatangan, dan semakin banyak orang yang mulai mengusik tenangnya alam pedesaan di Kantor PT JFL. Ya, siang itu ARuPA bekerjasama dengan PT JFL sedang mempunyai hajatan. ARuPA mengundang teman- teman dari Unit Manajemen Hutan Rakyat (UMHR) dan dari Industri Kecil Menengah (IKM) untuk mengikuti pelatihan pembuatan standar operasional prosedur lacak balak atau orang sering menyebutnya sebagai Chain of Custody (COC) dengan dukungan pendanaan dari LEI dan Uni Eropa
Tujuan pelatihan ini adalah IKM-IKM yang didampingi bisa membuat dan menerapkan sop COC di industrinya dengan tertib dan konsisten. Sedangkan bagi UMHR, mereka dapat mengetahui dan mematuhi prosedur lacak balak untuk menjamin kayu yang keluar dari UMHR dapat dilacak sampai ke tonggak dimana pohon itu ditebang serta dapat menunjukkan dokumen yang menyertainya.
Peserta yang hadir pada pelatihan ini berasal dari CV Enclave,CV Nebula, CV Palem craft dan dari CV Nafarel Furniture Sedangkan dari UMHR, yang hadir adalah dari APHR Sekar Wana Manunggal Gunungkidul, APHR Ngudi Utomo Boyolali dan UMHR Wono Lestari Bantul.
Dalam sambutannya, Bpk. Hayu yang mewakili Direktur LEI, mengatakan setelah IKM menerapkan COC ini diharapkan mampu memperluas serapan dan jaringan pasar terhadap produk dari IKM yang tidak hanya bersertifikat Legalitas Kayu (S-LK) tetapi juga bersertifikat lacak balak. Dari Badan Pengurus ARuPA, Suryanto mengatakan selama ini produk dari hutan rakyat yang telah memiliki sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) kesulitan untuk diterima dipasar, dia berharap dengan dorongan dari berbagai pihak ini akan membawa dampak yang bagus bagi pengelolaan hutan rakyat.
Sementara itu Sugeng Triyanto dari ARuPA menyatakan dengan diterapkannya sop COC, pemborosan penggunaan bahan baku dapat di tekan dan juga dengan penanganan yang benar bisa meningkatkan nilai tambah, misalnya pengolahan limbah.
Dalam presentasinya, Direktur PT JFL, Jajag S, menerangkan rute produksi yang bisa mejadi simpul kritis yaitu simpul yang dimungkinkan terjadi percampuran bahan baku maupun kesalahan dalam pencatatan. Menurutnya esensi dari COC adalah keterlacakan baik dokumen maupun bahan baku.
Setelah makan siang, sesi dilanjutkan dengan uji coba sistem COC on line. Pengembang program COC on line, Omah IT menerangkan input data harus dilakukan dengan benar supaya informasi bahan baku dapat di telusur. Supaya dapat dilacak dan diketahui oleh pembeli maka dari sekian banyak data yang ada dapat terangkum dalam QR-Code. Dalam QR-Code ini nanti berisi informasi rantai produksi dari suatu barang hingga dapat diketahui dari hutan mana kayu tersebut di angkut.
Sugeng Triyanto, menegaskan tiga hal yang tepenting dalam COC ini adalah, penandaan, pencatatan dan pemisahan. Tiga aktivitas ini jika dijalankan dengan benar maka dapat dipastikan keterlacakan sumber bahan baku dapat dipertanggung jawabkan.(ST)