Siang itu, tanggal 08 September 2016, ketenangan di Sendang Ngembel Desa Sendangsari Pajangan Bantul sedikit terusik dengan kehadiran delegasi Myanmar yang ingin belajar tentang penerapan SVLK di UMHR Wono Lestari. Dengan menggunakan bus, rombongan yang berjumlah 20 orang tiba dengan diiringi mitra ARuPA yakni Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY.
Pengurus UMHR Wono Lestari menyambut kedatangan mereka dengan didampingi oleh Fasilitator dari ARuPA dan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dipertahut) Kab Bantul. Walaupun tanpa persiapan yang matang dan konsep kunjungan yang tidak begitu jelas , UMHR Wono Lestari tetap melayani dengan sebaik-baiknya kunjungan tersebut sebagai wujud penghormatan terhadap tamu negara.
Dalam sambutannya, Bpk. Andri dari Dipertahut Kab. Bantul mengucapkan selamat datang di Kabupaten Bantul kepada rombongan yang terdiri dari Ditjen PPHH Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Myanmar Forest Certification Committee (MFCC), Kementrian Sumberdaya Alam dan lingkungan dan Konservasi Myanmar sekaligus sebagai member of interim Taskforce to Flegt VPA, Praktisi industri kehutanan, Kementrian Perdagangan Myanmar dan sebagainya.
Pak Totok, yang juga dari Dipertahut menceritakan secara umum kondisi hutan rakyat di Kabupaten Bantul. Dari 17 kecamatan, hanya tiga kecamatan yang tidak memiliki hutan rakyat. Sedangkan produk hutan rakyat yang ada di Kabupaten Bantul di dominasi oleh Jati, Akasia, Mahoni dan Sengon.
Delegasi dari Myanmar yang difasilitasi oleh Kementrian Kehutanan RI dan di dukung oleh GIZ (Deutsche Gesellschaftfuer Internationale Zusammenarbeit GmbH) menanyakan tentang dukungan yang diberikan Pemerintah Kabupaten Bantul terhadap kelompok. Selain itu mereka juga menanyakan tatausaha kayu, aturan internal di kelompok serta pengorganisasian keanggotaan di UMHR Wono Lestari, termasuk bagaimana memastikan legalitas hasil hutan kayu dan kemungkinan terjadinya tebang habis jika ada permintaan besar dan harga kayu yang tinggi.
Dipertahut Bantul membantu dalam pengadaan bibit dan pengolahan hasil panen baik dari hasil hutan kayu maupun non kayu, Tata usaha kayu yang dijalankan di UMHR Wono Lestari merujuk pada ketentuan pemerintah yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No P.21/MenLHK-II/2015, tentang Penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak. Pengangkutan kayu menggunakan nota angkutan dengan dilampiri fotocopy sertifikat hak milik (sertifikat tanah) pemilik kayu yang menunjukkan bahwa kayu tersebut memang berasal dari tanah milik atau hutan rakyat .
Aturan internal dibangun bersama untuk membangun kesadaran anggota terhadap pengelolaan hutan yang tidak hanya memenuhi aspek legal tapi juga memenuhi kaidah lestari. Di kelompok, ada penentuan jatah tebang tahunan yang berfungsi untuk mengontrol jumlah tebangan yang diperbolehkan karena UMHR Wono Lestari bukan hanya memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) tapi juga mempunyai Sertifikat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) dengan skema LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia) yang mengatur kelestarian melalui pemenuhan Aspek Produksi, Aspek Sosial dan Aspek Ekologi. Pemberian sertifikat PHBML ini merupakan pengakuan terhadap pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat yang telah dilakukan secara berkelanjutan atau lestari (sustainable forest Management).
(ST)