Setidaknya dua setengah juta keluarga di Jawa Tengah telah membuat hutan di tanah miliknya sendiri. Mereka menanami tanahnya dengan tanaman kayu yang dicampur dengan tanaman pangan dan holtikultura. Seluas 700 ribu hektar—atau dua puluh persen dari luas Jawa Tengah—berwujud hutan di tanah milik masyarakat yang kemudian lazim disebut sebagai Hutan Rakyat.
Peran hutan rakyat sangat besar setidaknya untuk dua kepentingan sekaligus yaitu sumber pendapatan ekonomi masyarakat dan penopang keberlangsungan daya dukung lingkungan. Hutan rakyat bila dibangun dan dikelola dengan baik oleh pemiliknya dengan bimbingan Pemerintah diyakini dapat menjadi pemicu lompatan menuju kesejahteraan ekonomi masyarakat, sekaligus menjaga agar lingkungan hidup di Jawa Tengah tetap mampu menopang beban provinsi ini dari berbagai ancaman kebencanaan.
Kendatipun demikian, masyarakat pemilik hutan rakyat masih menemukan beberapa persoalan serius dalam menjalankan pengelolaan hutan rakyat yang dimilikinya. Hutan rakyat belum diakomodir dalam tata ruang wilayah, sehingga tidak ada penataan kawasan yang berakibat pada kerentanan konversi lahan ke penggunaan lain dan juga pengelolaan yang buruk atas kawasan yang seharusnya dilindungi.
Tipe kepemilikan hutan rakyat yang relatif sempit disetiap keluarga membuat posisi tawar petani hutan rakyat menjadi rendah baik dalam perdagangan kayu maupun kebijakan pemerintah. Dengan lahan sempit tersebut, petani hutan rakyat mengelola hutannya dengan model konvensional yang miskin inovasi maupun teknologi. Belum lagi ancaman kelestarian berupa penebangan pohon umur muda karena desakan kebutuhan ekonomi, membuat persoalan semakin kompleks. Di sisi lain, tata niaga kayu rakyat saat ini masih belum berpihak kepada petani hutan rakyat, karena mereka menjadi aktor yang mendapatkan margin keuntungan paling sedikit dibandingkan aktor-aktor yang lain.
Sederet permasalahan tersebut menjadi sangat mendesak untuk segera ditangani. Dalam konteks ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sangat berkepentingan untuk menjaga dua setengah juta keluarga petani hutan rakyat agar tetap dapat melangsungkan kehidupan ekonominya, sekaligus dapat melakukan lompatan menuju kesejahteraan hidup yang lebih baik. Pada sisi yang sama, Pemerintah Daerah sangat berkepentingan untuk menjaga dan meningkatkan peran katub penyelematan ekologi Jawa Tengah, yang telah diperankan oleh hutan rakyat. Menurut kami, harus ada grand desain pembangunan pengelolaan hutan rakyat lestari di Jawa Tengah guna mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) sebagai organisasi yang sangat concern pada isu kehutanan di Jawa, merasa berkepentingan untuk membantu Pemerintah – dalam mengurus kehutanan khususnya hutan rakyat di provinsi ini. Kami menawarkan 7 program dan 23 kegiatan strategis untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Ketujuh program tersebut antara lain:
(1) Penataan dan Perlindungan kawasan hutan rakyat; (2) Penguatan Kelembagaan Pengelola Hutan Rakyat; (3) Menuju Pengelolaan Hutan Rakyat yang Profesional; (4) Mengatasi Permasalahan Tebang Butuh dengan Tunda Tebang; (5) Pengintegrasian Kearifan Lokal dengan Hutan Rakyat; (6) Pasar Produk Hutan Rakyat yang Berkeadilan; dan (7) Hutan Rakyat untuk Mitigasi Kerawanan Bencana.
Ketujuh program strategis tersebut kami harapkan dapat diterima sebagai sumbangsih masyarakat sipil terhadap visi dan proses pembangunan Jawa Tengah yang Sejahtera dan Berdikari – mboten ngapusi mboten korupsi, serta semakin mewujudkan Jawa Tengah Ijo Royo Royo. Pada akhirnya, kami merekomendasikan kepada Bapak Gubernur Provinsi Jawa Tengah untuk membuat Kebijakan Daerah berupa Peraturan Gubernur tentang Pembangunan Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari di Jawa Tengah.
download policy paper dibawah ini