Kunjungan Industri Kayu Boyolali diselenggarakan selama dua hari yakni rabu-kamis, 17-18 April 2013. Dilakukan oleh APPHR Tree Manunggal Lestari Banjarnegara yang telah mendapatkan sertifikat Legalitas Kayu dari PT. EQUALITY. Lokasi kunjungan di Asosiasi TSM dan UD Abioso Boyolali. Tujuan utama kegiatan ini yaitu mendapatkan contoh baik bagaimana kerjasama antara kelompok tani dengan industri berjalan. Diharapkan, kunjungan ini dapat memotifasi APPHR Tree Manunggal Lestari untuk menemukan patner-patner industri kayu serta mampu bekerjasama secara baik dengan mereka.
BACKGROUND
Salah satu esensi penting dari berkelompok serta pencapaian sertifikasi legalitas kayu adalah peningkatan kesejahteraan anggota kelompok itu sendiri. Sertifikasi sebagai instrumen jalur khusus perdagangan mensyaratkan kemitraan dengan industri kayu sebagai patner bisnis. Hal demikian, oleh banyak kelompok tani hutan rakyat yang telah mendapatkan sertifikasi belum bisa dilakukan atau setidaknya belum menemukan patner bisnis ataupun mekanisme yang saling menguntungkan dari kerjasama tersebut. Penyebab utama dari hal tersebut sekiranya dapat disebutkan sebagai berikut: (i) Kelompok belum menjadi sebuah unit usaha profesional yang memiliki naluri bisnis kayu, sehingga menjadi gamang untuk menjajagi bisnis dengan industri; (ii) Kegamangan itu juga berlajut ketika kelompok belum mengerti dan memahami macam-macam mekanisme kerjasama bisnis; dan (iii) Sebagai sebuah fakta sosial, kelompok belum mendapatkan contoh baik dari upaya kerjasama tersebut sehingga tidak memiliki gambaran sama sekali tentang contoh baik yang akan direplikasi.
Kelompok tani di Banjarnegara dengan di Boyolali sama-sama memproduksi kayu bersertifikat mayoritas berjenis kayu Sengon. Sementara itu, di Boyolali sudah terbangun kerjasama bisnis antara kelompok tani dengan industri pengolahan kayu, dalam hal ini UD Abioso. Kerjasama tersebut telah terbangun kurang lebih 2 tahun. Untuk melihat bagaimana kerjasama tersebut maka ada tiga tujuan utama dari kegiatan kunjungan ini, yakni: a) Mendapatkan informasi tentang sejarah kerjasama; b) Mengetahui mekanisme kerjasama, misalnya kontrak-kontrak yang disepakati berikut lingkup kontraknya; dan c) Memperoleh keterangan tentang transaksi-transaksi kerjasama yang telah dilakukan, ataupun kegiatan “memberi dan menerima” antara kelompok tani dan UD Abioso.
THE LEARNING VISIT
1) Kerjasama UMHR – Industri
Dalam pewayangan dikenal sosok Begawan Abioso, seorang bijak yang dari Astinapura. Sebelum menjadi begawan, Abioso adalah seorang raja Astinapura yang dikenal adil, bijaksana, dan sayang dengan rakyatnya. Ia mundur dari kerajaan untuk kemudian mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan menjadi Begawan/Pandito. Dengan filosofi yang sama, yakni keadilan, kebijaksanaan, dan memperhatikan rakyat kecil, Mintardjo seorang pensiunan tentara mendirikan perusahaan UD Abioso di Ampel Boyolali, sebuah perusahaan pengolah kayu sengon.
Sejak awal didirikan hingga kini, UD Abioso berusaha membangun hubungan baik dengan suplayernya dalam hal ini petani hutan rakyat penghasil sengon. Hubungan baik itu tercermin dalam prinsip dari petani akan kembali ke petani. Dalam arti, UD Abioso berkeinginan untuk menyeimbangkan antara penebangan dan penanaman. Oleh karena itu, tak heran jika banyak sekali bantuan bibit yang dicurahkan oleh UD Abioso kepada kelompok tani berbagai wilayah di Boyolali. Untuks setiap kelompok tani setiap tahun minimal diberi 15.000,- bibit tanpa ada syarat apapun. Banyak sekali kelompok tani yang menjadi mitra UD Abioso.
Membangun hubungan baik dengan suplayer dalam hal ini petani dan kelompok tani dipelihara dengan bantuan bibit dan pembelian kayu sengon dengan harga yang bersaing. Di sisi lain, UD Abioso terus untuk memberikan pelayanan kepada konsumen pabrik sebaik-baiknya. Salah satu pelayanan yang berikan adalah adanya keterjaminan kayu legal yang dibuktikan dengan Sertifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang didapat tahun 2012. Sertifikat ini diberikan langsung oleh Menteri Kehutanan di Jakarta. Pada tahun yang sama, UD Abioso juga dinobatkan sebagai perusahaan perkayuan terbaik di Jawa Tengah dalam hal kepedulian terhadap gerakan menanam. Selain itu, UD Abioso juga mendapatkan penghargaan Prima Wana Mitra berkat kerjasama yang baik antara UD Abioso sebagai industri dan Asosiasi Tunas Sari Mulyo (TSM) sebagai Unit Manajemen Hutan Rakyat (UMHR) penghasil kayu. Asosiasi TSM merupakan unit manajemen hutan rakyat yang mendapatkan sertifikat Hutan Lestari pada tahun 2012. Kemitraan antara UD Abioso dan Asosiasi TSM merupakan contoh baik bagaimana pasar sertifikasi mulai dirintis setidaknya dalam level lokal antara UMHR dengan industri yang sama-sama bersertifikat.
Dalam kunjungan industri yang dilakukan oleh APPHR Banjarnegara ini, diperoleh beberapa keterangan tentang kerjasama UMHR dan Industri, mulai dari proses awal, fasilitasi pemda dan LSM, berjalannya kerjasama, hingga prospektus ke depan. Pada awal kerjasama, kedua belah pihak dengan dukungan dari pemerintah daerah dan LSM menyelenggarakan sosialisasi Sertifikasi SVLK di Kabupaten Boyolali tahun 2011 dalam bentuk pagelaran wayang. Metode ini sangat efektif untuk mengkampanyekan kayu legal serta sertifikasi SVLK bagi masyarakat Boyolali. Sejak saat itu, hubungan keduanya terus berlanjut sembari masing-masing menyiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk mengajukan sertifikasi SVLK maupun PHBML hingga keduanya dapat meraih sertifikat tersebut pada tahun 2012. Setelah mendapatkan sertifikat, kerjasama masih terus dilanjutkan dengan pemantapan UMHR untuk dapat menjadi suplayer yang profesional dengan rencana mendirikan Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Rencana ini belum terwujud lantaran penyiapan UMHR yang masih berlangsung, baik itu penyiapan Sumberdaya Manusia maupun manajemen usahanya.
Bagi APPHR Banjarnegara, model kerjasama antara Asosiasi TSM dengan UD Abioso merupakan contoh kerjasama antara petani dan industri yang ideal. Mengingat kedua belah pihak sama-sama peduli akan legalitas kayu dan kelestarian hutan rakyat itu sendiri. Pelajaran yang bisa diambil dari hubungan kerjasama tersebut antara lain: pertama, hubungan kerjasama apapun termasuk antara unit manajemen hutan rakyat dengan industri kayu harus dilandasi dengan prinsip sederhana ‘saling memberi saling menerima’; kedua, kesamaan entitas menjadi kata kunci dalam kerjasama, dalam kasus ini antara pemilik kayu sengon bersertifikat dengan industri pengolah sengon bersertifikat; ketiga, acapkali kerjasama tersebut melibatkan pihak ketiga yakni pemerintah dan/atau LSM sebagai kelompok netral yang berlaku sebagai fasilitator hubungan.
2) Pasar
APPHR Banjarnegara menemukan sumber pembelajaran yang sahih sekaligus tepat. Begitu kira-kira ungkapan pemimpin rombongan Banjarnegara yakni Pak Kisam. Bagi Kisam selaku ketua APPHR, seluk beluk pasar kayu serta prinsip-prinsip perdagangan dengan industri merupakan barang asing bagi kelompok tani. Pemimpin UD Abioso yakni Pak Mintardjo memberikan keterangan yang bermanfaat dalam mendukung APPHR untuk ke depan terlibat langsung dalam perdagangan kayu bersertifikat.
Sebagai bagian dari konsekuensi rantai pasar, industri pengolah kayu berbahan baku kayu sengon sangat bergantung kepada petani hutan rakyat. Oleh karena itu, menurut Pak Mintardjo, petani jangan khawatir jika kayu sengon yang dimilikinya tidak laku. “Pasti laku, kalau tidak laku bilang ke saya, nanti saya beli” ungkap Pak Mintardjo. Lebih lanjut beliau mengungkapkan, persoalannya sekarang adalah bahan baku tersebut coba untuk diorganisir dalam kelompok. sehingga transaksi yang dulu antara industri dengan pedagang kayu berubah menjadi industri dengan kelompok tani ataupun koperasi kelompok tani. Perubahan tersebut tentu saja memerlukan proses penyesuaian. “Namun, bagi industri, sebenarnya justru lebih menguntungkan bertransaksi dengan kelompok tani karena lebih terorganisir baik petani maupun potensi kayunya” ungkap Edi Astoto dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Boyolali.
Kerjasama antara industri dan kelompok tani seharusnya memegang prinsip saling menguntungkan. “Disemua kerjasama, prinsipnya adalah saling menguntungkan, termasuk juga dengan kerjasama bisnis kayu” ungkap Edi Astoto yang juga pelaku bisnis kayu. Selain itu, yang perlu dibangun dari sebuah kerjasama yaitu rasa saling percaya antara industri dengan kelompok tani. Bisnis kayu merupakan bisnis yang tidak satu dua kali transaksi, namun bisa terus menerus berkesinambungan. Mengenai pembayaran serta pengiriman barang, kalau tidak dengan dilandasi rasa saling percaya, maka mustahil kerjasama akan dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam menjaga kepercayaan, kelompok harus pula memperhatikan kualitas serta legalitas kayu yang akan dibeli oleh industri.
Bagi kelompok tani yang telah mendapatkan sertifikat, semestinya perlu untuk melakukan promosi ke berbagai pihak terutama ke industri-industi yang berada pada gerbong yang sama “memperhatikan kelestarian hutan dan legalitas kayu”. Sertifikat yang diperoleh kelompok tani merupakan prestasi tersendiri yang menunjukkan kinerja bagus dari unit manajemen hutan rakyat, sehingga wajib untuk dipromosikan. Jika kelompok tani belum mampu untuk mempromosikan sendiri, maka seharusnya menggandeng pemerintah ataupun LSM untuk membantu. Peran pemerintah sangat strategis, terutama dinas-dinas terkait semisal dinas perindustrian serta dinas kehutanan.
MILESTONES FOR THE FUTURE
Melihat hasil pembelajaran yang diperoleh dalam kunjungan industri ini, dengan menyesuaikan keadaan APPHR Banjarnegara saat ini, maka terdapat tiga langkah dalam jangka waktu hingga akhir tahun 2013-2014. Beberapa target tersebut antara lain:
1) Pengajuan sertifikasi PHBML
Pada awal tahun 2013, APPHR telah mendapatkan sertifikat SVLK. Kemudian pada saat yang sama, APPHR telah menyiapkan pengajuan sertifikat PHBML yang sedianya akan dilakukan penilaian maksimal akhir tahun 2013 ini. Pentingnya sertifikat PHBML untuk melengkapi sertifikat legalitas kayu yang telah dipunya, sehingga APPHR dapat melayani permintaan kayu tidak hanya kayu bersertifikat legal namun kayu bersertifikat lestari.
2) Pendirian Koperasi
Pada tahun 2013, selain pengajuan sertifikat PHBML, direncanakan pula pembentukan koperasi hutan rakyat. koperasi ini penting sebagai lembaga keuangan kelompok yang nantinya akan melakukan transaksi-transaksi bisnis dengan mitra. Namun sebelum dibentuk koperasi, kelompok merencanakan untuk melakukan pelatihan kemampuan manajerial sebagai bekal untuk mengelola koperasi. Untuk pelatihan ini, APPHR mengharapkan Dinas Perindustrian dan Koperasi Banjarnegara untuk dapat membatu sebagai narasumber.
3) Pemetaan Industri
Secara linier, setelah lisensi dan lembaga keuangan tercapai, pada tahun 2014 semester pertama, direncakanan untuk memetakan berbagai industri untuk dijadikan mitra bisnis. Tentu saja pemetaan tersebut dibarengi dengan penjajagan-penjajagan guna memastikan syarat kelayalakan sebuah kerjasama bisnis termasuk rasionalisasi harga serta kepercayaan diantara kedua belah pihak. Dalam tahap ini, APPHR memerlukan bantuan dari Dinas Kehutanan serta Dinas Perindustrian dan Koperasi guna menjembatani penjajagan-penjajagan kerjasama bisnis terutama dengan industri pengolah kayu yang ada di Banjarnegara dan sekitarnya.
4) Kerjasama Industri
Diharapkan pada semester kedua tahun 2014, APPHR telah mulai melakukan kerjasama bisnis dengan industri pengolah kayu.
PENUTUP
Demikian beberapa keterangan tentang kunjungan APPHR Banjarnegara ke Boyolali, melihat secara langsung bagaimana hubungan bisnis antara industri dengan unit manajemen bersertifikat dijalankan. APPHR berharap, dengan kunjungan ini, dapat memotivasi diri untuk terus mengembangkan kelompok yang sudah mendapatkan sertifikat SVLK menjadi sebuah unit usaha mandiri yang mampu menjadi bagian penting dalam rantai perdagangan kayu di Indonesia. Di hari terakhir kunjungan, rombongan APPHR Banjarnegara melepaskan penat berwisata ke pantai Baron dan Kukup dan selanjutnya diteruskan makan siang di Pantai Depok.
Uraiannya bagus, dan itu artinya betapa hutan rakyat juga perlu menerapkan tata cara pengusahaan , bukan saja pengelolaan, agar hutan yang dikembangkan menjadi memiliki hubungan dengan industri pengolahan.