Pelatihan Hukum Progresif Masyarakat Desa di Sekitar Hutan

Setelah mengadakan pelatihan paralegal dan pemantau peradilan beberapa saat lalu, pendampingan Lembaga Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) untuk kasus kehutanan di Blora, Jawa Tengah terus berlanjut. Kini pendampingan lebih berfokus pada pelatihan hukum progresif untuk masyarakat di sekitar hutan.

Dengan bantuan dana dari The World Justice Project, Lembaga ARuPA menggelar pelatihan hukum progresif tersebut pada Rabu, 24 Februari 2016 di sekretariat Serikat Tani Randurejo, Dusun Bendo, Desa Randurejo, Kecamatan Pulokulon, Grobogan, Purwodadi.

Tujuan diadakannya pelatihan ini adalah agar masyarakat desa sekitar hutan mampu memahami hukum progresif, sehingga masyarakat dapat mengetahui bahwa hukum tidak hanya dilihat dari peraturan perundang-undangan saja, namun dari sisi sosial masyarakat.

Latar belakang pelatihan ini sendiri disebabkan dalam penegakan kasus hukum, khususnya kasus kehutanan, masih sering dijumpai banyaknya kejanggalan dalam kasus hukum kehutanan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan. Perkara kasus kehutanan di Blora, misalnya, dari data yang dihimpun oleh Lembaga ARuPA dari 2012 hingga Agustus 2015 menunjukkan ada sebanyak 245 kasus, dengan rincian 2012: 54 kasus, 2013: 70 kasus, 2014: 77 kasus dan 2015: 44 kasus.

Selain itu, data korban yang dihimpun oleh Lembaga ARuPA bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, dari 1998 – 2013, Perhutani sebagai pengelola hutan di Jawa, telah menganiaya, mencederai dan menembak sekitar 108 warga hutan. Sebanyak 34 orang tewas dan 74 orang terluka. Sebagian besar diselesaikan tanpa proses hukum yang benar.

Dalam pelatihan ini sendiri menghadirkan Kamal Firdaus. S.H, salah seorang advokat senior. Dalam pemaparan materinya, Kamal banyak bercerita mengenai kasus-kasus yang ditanganinya dulu, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam penegakan keadilan.

Selesai penyampaian materi serta diskusi, pelatihan sendiri ditutup dengan deklarasi Jaringan paralegal dan pemanatau peradilan kasus kehutanan.

Widoyo, salah satu koordinator “Jaringan Paralegal dan Pemantau Peradilan kasus Kehutanan” memaparkan langkah awal yang akan dikerjakan “Jaringan Paralegal dan Pemantau Peradilan kasus Kehutanan” adalah penguatan paralegal, utamanya dari sisi legalitasnya.

“Kalau dari pertemuan yang kemarin sampai hari ini, semestinya yang akan dilakukan pertama kali adalah penguatan paralegal, termasuk dari sisi legalitasnya yang berbentuk surat kuasa. Hal ini tentunya akan mempermudah akses kita saat melakukan pendampingan pada kawan-kawan yang terkena kasus pidana,”ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penguatan paralegal dalam pendampingan dari level kepolisian hingga proses selama ini belum pernah dilakukan. Hal ini mengakibatkan banyak hak-hak korban yang tidak dipenuhi.

“Selain itu, untuk paling dekat saat ini, kami dari masing-masing organisasi Tani akan menguatkan pemahaman akan hukum. Di dalam organisasi Tani sendiri kan ada tiap-tiap divisi. Nanti akan ada penguatan dari para pimpinannya dulu, baru nanti akan disampaikan pada anggota,”ujarnya

Ke depan, Widoyo berharap agar kader-kader paralegal dan pemantau peradilan bisa semakin banyak.

“Sebab dengan makin banyak kita yang tahu soal hukum, nanti semakin banyak orang akan tahu. ‘Tahu’ di sini, berarti mereka tidak akan menjadi korban ketidakadilan lagi seperti yang selama ini banyak dirasakan pihak masyarakat,”pungkasnya.

Views: 31

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *