
Pada tanggal 03-05 Agustus 2016 tim dari Partnership for Forest mengunjungi beberapa dampingan ARuPA dan mitra. Kunjungan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan hasil hutan kayu maupun non kayu dilakukan secara berkelanjutan baik melalui inisiasi beberapa skema sertifikasi yang tentunya akan menambah nilai plus bagi pengelolaan hutan rakyat dan pengolahan hasil hutan nkayu dan non di beberapa Industri Kecil Mengengah (IKM).
Partnership for Forest adalah sebuah program baru dibawah Pemerintah Inggris yang pada saat itu juga akan melihat dampak sertifikasi baik yang bersifat voluntary maupun mandatory terhadap subjek –subyek yang mengaplikasikan sistem sertifikasi tersebut.
Tiga asosiasi petani hutan rakyat (UMHR Wono Lestari, APHR Sekar Wana Manunggal dan APHR Ngudi Utomo) dan depo kayu dampingan ARuPA mendapat kesempatan untuk dikunjungi mereka. Beberapa informasi kunci yang berhasil didapatkan dari hasil diskusi adalah peran hulu sebagai pemasok bahan baku sangat penting untuk kelangsungan industri . Selain itu untuk, bisnis yang telah diusahakan oleh asosiasi merupakan langkah besar atau transformasi dari yang hanya sekedar asosiasi petani kayu menjadi asosiasi pengusaha kayu yang peduli dengan kelestarian lingkungan yang dibuktikan dengan diperolehnya sertifikasi LK (Legalitas Kayu) dan sertifikasi PHBML (pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari).
Informasi dari dua IKM (CV Nebula dan CV Annacraft) yang juga di tegaskan oleh Jajag S, pemilik PT Jawa Furni Lestari juga memperkuat hasil diskusi sebelumnya bahwa sertifikasi tidak membawa dampak harga yang lebih baik, apapun skema sertifikasinya. Tetapi manfaat internal yang dirasakan di ke dua hulu ini juga besar terutama dalam perbaikan manajerial internal dan legalitas industri.
Hal sama juga diutarakan oleh Mintarjo, pemilik UD Abioso yang telah memiliki S-LK sejak tahun 2011 yang juga difasilitasi oleh ARuPA. Beliau mengatakan perlunya industri-industri pengolahan kayu untuk peduli terhadap perbaikan lingkungan dan ikut serta dalam program penghijauan. UD Abioso setiap tahun menyumbang bibit kepada petani dengan cuma-cuma, pada tahun lalu UD Abioso telah menyumbang 70 ribu bibit.
Sementara itu, AF. Sumardji, dari Asosiasi Bare Core Indonesia ( IBCA : Indonesian Bare Core Asociation) meminta kepada Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk memasukkan “penghijauan” dalam indikator penilaian sertifikasi legalitas kayu. Tujuannya adalah mengharuskan industri untuk melakukan kegiatan pembibitan dan penanaman sebagai tanggung jawab mereka terhadap penggunaan bahan baku industri. Dalam kontek perdagangan, beliau meminta tiap atase perdagangan yang ada di setiap kedutaan besar Indonesia di luar negeri berperan lebih aktif menjadi marketer produk-produk di Indonesia dan menjadi jembatan informasi bagi para industri di Indonesia. (ST)
Views: 16

Leave a Reply