IMM Cologne 2016: Ajang Tes Market Para Pelaku Usaha Industri berS-LK

Pada Jumat (15/1), dua grup Industri Kecil Menengah (IKM) dampingan Lembaga Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) yang tergabung ke dalam Koalisi Merah Putih (KMP) bertolak ke Cologne, Jerman. Kedua grup IKM itu adalah kelompok Jogja Kayu Legal (Jakal) dan kelompok Perkumpulan Kayu Nusantara (PKN).

Dengan difasilitasi Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), lewat pendanaan Uni Eropa (EU), kedua grup IKM tersebut berangkat ke Cologne  untuk mengikuti interior Internationale Möbelmesse (IMM) Cologne 2016 yang akan diakan selama sepekan (18 Januari –  24 Januari). IMM Cologne sendiri merupakan salah satu pameran besar tahunan yang digelar setiap bulan Januari oleh Koelnmesse (Cologne Trade Fair or Cologne Exhibition Centre), sebuah pameran dagang dan pusat pameran Internasional yang letaknya ada di Rhine-Westphalia utara, Jerman.

Kesempatan KMP tampil dalam pameran itu sendiri didapatkan setelah mengajukan aplikasi pada Kementrian Perindustrian, seksi Direktorat Jendral Agroindustri. “Nah, pada tahun ini mereka memfasilitasi untuk para IKM”, terang Rumekso Setyadi, Koordinator Utama KMP saat diwawancarai via telpon pada Rabu, (13/1) lalu.

Yoyok, sapaan akrab Rumekso, menceritakan bahwa pada awalnya yang mengirimkan aplikasi ke Kementrian Perindustrian itu ada 8 IKM. Tapi karena tahu bahwa tidak mungkin yang tampil dari satu daerah saja, maka mereka pun menyiapkan strategi agar bisa mendapatkan slot lebih dahulu. “yah, ini cuma strategi saja untuk bisa mendapatkan slot di pameran tersebut. Karena pihak kementrian, tentunya, pasti punya proporsi daerah yang akan diberangkatkan ke IMM Cologne,” jelasnya lagi.

Setelah melewati proses seleksi dan kurasi, ternyata hanya ada 4 IKM saja yang dinyatakan lolos. Keempat IKM tersebut adalah CV Nafarel, CV Klasika Variasi atau Enclave, CV Nebula Craft art, dan CV Natura House. Sedangkan sisanya, tidak dapat lolos proses seleksi dan kurasi dari Kementrian Perindustrian.

“Nah, tapi karena kita kesepakatan dari awal, bahwa berapa pun stand yang didapat itu, akan dipakai berkelompok. Dan setelah kita berembug lagi, akhirnya kita memutuskan satu stand bisa dipakai 2 IKM,”ujar Yoyok.

Kedelapan IKM itu pun mulai bergegas melakukan persiapan. Salah satunya, adalah mempersiapkan produk kayu yang akan ditunjukkan. Pada Desember 2015 lalu, ke delapan IKM itu pun akhirnya mengirimkan sekitar 3000 m³ produk kayu bersertifikat legal ke Cologne, Jerman. Bentuk dan rupa produk kayunya sendiri beraneka ragam. Mulai dari furniture sampai craft.

“Dan untuk sekarang, kalau saya kira, temen-temen sendiri sedang mempersiapkan katalog dan leaflet yang juga berfungsi sebagai media campaign tentang SVLK di pameran. Karena katalog dan leafletnya temen-temen sendiri sudah pakai logo Indonesian legal Wood juga. Dan itu artinya, nanti ketika buyer bertanya, nanti kita bisa menjelaskan produk kayu kita,”ujar Yoyok.

Yoyok sendiri menepis bahwa pameran IMM Cologne 2016 ini merupakan sebagai ajang pembuktian pada pemerintah, utamanya Kementrian Perdagangan yang beberapa saat lalu menilai bahwa Sistem Legalitas Kayu (SLK) membuat nilai ekspor produk kayu menurun.

“Memang secara benefit, kita belum merasakan dampak dari S-LK. Tapi dari pelaku usaha industri sekarang sudah mengikuti sistem yang sudah dibuat pemerintah. Dan sekarang berharap dari sistem itu ada nilai lebihnya, dibandingkan dengan yang tidak ber-S-LK,”tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa nilai lebihnya sendiri seperti yang dilakukan Kementrian Perindustrian dalam IMM Cologne 2016 ini, yang mana mewajibkan IKM yang akan ikutserta harus sudah ber-SLK.

“Ini berarti benefit secara acces to market, yang mana Kementrian Perindustrian berusaha mengenalkan para pelaku SVLK dengan produk-produk legalnya ke luar negeri, dan mendekatkan dengan pasar riilnya dengan buyer atau konsumen di luar negeri,” ujarnya.

Masih menurutnya, pameran ini sendiri akhirnya lebih merupakan ajang untuk mengtes market: apakah pembeli dari luar negeri juga konsen pada kelestarian baik itu hutan atau lingkungan di Indonesia, serta apakah SLK ini merupakan yang diinginkan oleh mereka para konsumen.

“Kita tidak berpretensi itu, dalam artian, membuktikan kepada pemerintah. Tapi kita hanya ingin mengetes market: apakah bahwa para pembeli dari luar negeri juga konsen pada kelestarian di Indonesia? Karena SVLK sendiri kan menciptakan sustainbility, di sektor hutan, lingkungan dan lain-lain. Selain itu, kita ingin mengtes market juga: apakah sistem ini merupakan sistem yang diinginkan oleh mereka (konsumen di Eropa – Red)?,” kata Yoyok.

Sebelum mengakhiri wawancara, Yoyok sendiri berharap bahwa tes market yang akan dilakukannya di IMM Cologne ini bisa berhasil. “Ya, mudah-mudahan saja, tes market ini bisa berhasil, dalam artian, pembelinya senang dengan produk-produknya, juga dengan sistem yang sudah kita buat sendiri ini,” tutupnya.

Untuk lebih lengkap, silahkan baca juga press release berikut di sini.

Views: 24

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *