
Menteri Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor No 38/ 2009, Jo No 68/ 2011, Jo no 45/ 2012, Jo no 42/ 2013, tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. Objek SVLK adalah Pemegang Ijin atau pada Hutan Hak sebagai penghasil kayu dan industri kehutanan baik industri primer dan lanjutan.
Standard Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk; yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian. Sertifikat Legalitas Kayu (Sertifikat LK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik hutan hak telah memenuhi standar legalitas kayu.
SVLK dilatarbelakangi oleh citra buruk Indonesia yang buruk di mata dunia. Indonesia dianggap sebagai penghasil kayu illegal dan pengrusak hutan. Selain itu penatausahaan dan tatakelola kehutanan yang tidak benar di Indonesia juga menjadi alasan kenapa pemrintah mengeluarkan peraturan mengenai SVLK.
Seperti yang telah dijelaskan di atas objek SVLK adalah penghasil kayu baik pemegang ijin ataupun hutan hak dan industri kehutanan baik industri primer maupun lanjutan. SVLK pada industri kehutanan kemudian dipertegas munculnya kebijakan Permendag No 64 tahun 2012, Jo Revisi Permendag no 81 tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Dalam peraturan tersebut diatur tentang “Produk Industri Kehutanan yang Dibatasi Ekspornya” yang ditegaskan pada pasal 15 yaitu untuk produk yang tercantum pada (lampiran 1. Kelompok A ) wajib melengkapi dengan dokumen V-legal pada tanggal 1 Januari 2013 dan produk yang tercantum pada (lampiran 1. Kelompok B) pada 1 Januari 2015 wajib melengkapi dengan dokumen V-legal. V-legal hanya bisa diperoleh jika pemegang ijin memiliki sertifikat legalitas kayu atau melalui inspeksi.
Kondisi dan Permasalahan SVLK Pada IKm Di DI Yogyakarta
Jumlah anggota ASMINDO DI Yogyakarta sendiri mencapai 200 pengusaha. Dari jumlah itu hanya 35% yang merupakan eksportir. Ada beberapa masalah terkait dengan implementasi SVLK di lapangan, persoalan bukan hanya pada masalah pembiayaan, tetapi juga masalah kapasitas SDM di industry terkait dengan pemahaman, persiapan industry menuju SVLK, dan keberlajutan pasca sertifikasi.
Menurut Ketua Asmindo DIY, Yuli Sugianto, “Kondisi Industri Kecil dan Menengah DIY terutama anggota Asmindo, bukan hanya meubel tetapi juga kerajinan atau handicraft masih ragu-ragu dalam mengambil sikap dalam implementasi SVLK karena mundurnya implementasi Permendag 64/ 2012 setelah direvisi P 81/ 2013)
Secara kolektif hasil kerajinan dan meubel yang ada di DIY sebagian besar diproduksi oleh industry rumah tangga dan perajin, sehingga ada kesan “hand made” dan produknya banyak disukai oleh konsumen. Selain itu produk yang dihasilkan IKm memiliki inovasi yang luar biasa dan produknya yang antik. Ciri khas yang kuat (karakter produk) dan bahan baku recycle (tren daur ulang) menjadikan produk IKm semakin diminati pasar.
Pembelajaran SVLK dan Pembentukan Group Sertifikasi LK
Industri IKm untuk memperingan pembiayaan dalam memeproleh Sertifikasi LK dapat membuat group/ kelompok sehingga pembiayaan untuk audit ditanggung bersama-sama oleh anggota. Membangun atau membentuk kelompok sertifikasi tentu tidak mudah sebab ada banyak ketentuan yang harus dipahami oleh anggota dan aturan main harus jelas.
Untuk itu Lembaga ARuPA bekerja sama dengan ASMINDO DIY berupaya memfasilitasi dengan menyelenggarakan Workshop inisiatif pertemuan awal dengan maksud untuk mengatasi beberapa persoalan implementasi SVLK di Industri seperti persoalan pengembangan kapasitas SDM, grouping, pembiayaan dll. Kegiatan ini bertujuan untuk menemu kenali pelaku industry kayu lanjutan dan percepatan proses pembelajaran VLK di DIY.
Dalam Workshop tersebut dihadiri oleh Industri Meubel dan Handycraft anggota ASMINDO D.I Yogyakarta yang belum mendapatkan SVLK. Workshop ini diharapkan juga : meningkatkan pemahaman SVLK anggota ASMINDO DIY dan teridentifikasinya industry dalam skema group sertifikasi serta adanya komitmen bersama antara ARuPA dan Industri meubel dan handycraft di D.I Yogyakarta untuk pembentukan group sertifikasi LK.
ARuPA sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di Bidang Kehutanan sadar betul bahwa Perlu adanya pendampingan terhadap Industri Meubel dan handycraft di Jogjakarta mengingat pelaku-pelaku tersebut banyak didominasi oleh industri rumah tangga. ARuPA berharap dengan pendampingan ini nantinya, akan mempercepat implementasi SVLK pada industri lanjutan.
Views: 14




Leave a Reply