Workshop Sosisalisasi FLEGT-VPA dan Implementasi SVLK
Semarang 21 Desember 2011
Seperti telah diketahui bersama, bahwa Indonesia telah menandatangani kerjasama dengan Uni Eropa sebagai wujud komitment dalam perbaikan tata kelola perdagangan kayu (good governance). Kewajiban dari negar-negara Eropa sendiri adalah mempromosikan tentang legalitas bahan baku (kayu) yang diekspor dari Indonesia kepada para pengguna maupun buyer-buyer di Negara Eropa sendiri. Untuk pemenuhan legalitas kayu tersebut maka dibangunlah suatu standart penjaminan terhadap legalitas kayu(bahan baku). Standart itu kemudian sering disebut sebagai Indo-Tlas (Indonesia Timber Legality Assurance System) atau SVLK (Standart Verifikasi Legalitas Kayu). Dan Untuk menyebarkan informasi dan pemahaman kepada para pihak/stakeholder khususnya di Propinsi Jawa Tengah maka pada tanggal 21 Desember 2011 diselenggarakan Workshop Sosialisasi Flegt-VPA dan Implementasi SVLK di Semarang. Acara ini diselenggarakan, kerja sama antara ARUPA – Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah – LEI dan EU ini dihadiri oleh perwakilan kelompok-kelompok tani,pelaku-pelaku industri, Dinas Kehutanan di beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dan kalangan NGO (LSM).
Dalam Sambutannya Dr.Ir. Sri Puryono KS, MP selaku Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah mengatakan, “Penerapan svlk membantu negara produsen kayu untuk meningkatkan “governance” dan “capacity building” dalam memberantas penebangan liar, mencegah masuknya kayu ilegal ke pasar Uni Eropa melalui Voluntary Partnership Agreement (Perjanjian Kemitraan Sukarela) atau VPA antara Uni Eropa dengan negara-negara produsen kayu; serta mencegah penggunaan kayu ilegal dan investasi Uni Eropa pada kegiatan ekonomi Uni Eropa”. Dalam paparan beliau beberapa manfaat dari svlk antara lain, “Manfaat yang diharapkan Indonesia menjalankan VPA dan SVLK adalah: (1) membantu menyelamatkan pendapatan negara bukan pajak/penerimaan negara dan meningkatkan citra RI di luar negeri atas komitmen memberantas ilegal logging dan perdagangannya; (2) adanya bantuan teknis maupun finansial sistem pengawasan penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi (online monitoring system); (3) penguatan kapasitas penduduk supaya terlepas dari kegiatan ilegal loging. Misalnya kegiatan HTR, lembaga pembiayaan dan akses ke pasar”.
Workshop ini dibagi menjadi dua sesi, sesi I dilaksanakan pada jam 09.30 – 12.00 wib dengan narasumber dari Dirjen Bina Usaha Kehutanan Republik Indonesia, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah , Sucofindo dan dari Clinton Foundation. Sesi kedua dilaksanakan pada pukul 12.00 – 15.00 wib dengan menghadirkan narasumber dari CV. Istana Kayu Sukses Makmur yang merupakan industri yang sudah bersertifikat LK , APHR Wonosobo yang berbagi pengalaman tentang proses pendampingan yang selama ini dilakukan hingga APHR Wonosobo memperoleh sertifikat VLK, kemudian dilanjutkan narasumber dari ARuPA yang menceritakan proses-proses replika svlk di Kabupaten Boyolali dan daerah-daerah lain di Propinsi Jawa Tengah. (untuk narasumber dan materi silakan lihat di tabel)
Beberapa hasil workshop tersebut antara lain; 1) Kebijakan SVLK di Jawa Tengah sebagai upaya perbaikan tata usaha maupun tata niaga kayu dan mencegah illegal loging; 2) Perlunya penyebaran informasi sehingga SVLK bukan hanya menjadi/dimengerti domain dari Unit-unit manajemen tetapi juga dimengerti dan ada apresiasi dari dunia usaha; 3) Promosi kayu legal perlu digalakkan; 4) Karena implementasi SVLK sulit dilakukan maka diperlukan peran-peran sinergis di beberapa sisi oleh berbagai kalangan (Dunia Usaha, Pemerintah, NGO) yang meliputi pendampingan di unit manajemen sampai dengan di industri. Penegakan hukum, proses perijinan, pemenuhan ijin amdal pun masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh industri-industri sampai dengan penerbit perijinan SKAU (Surat Keterangan Asal Usul) kayu. Adanya mobilisasi dana yang bisa diperoleh dari dana-dana csr (Corporate Social Responsibility) yang bisa digunakan untuk menjaga kelestarian hutan dan penguatan kelembagaan di Unit-Unit Manajemen; 5) Kebijakan dan penerapan SVLK akan menjadi faktor pendukung dalam implementasi REDD+.
Tabel narasumber dan materi :
| No | Narasumber | Instansi | Materi |
| Sesi I | |||
| 1 | Ir. Teguh WIdodo | Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementrian RI | Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Sebagai Instrumen dalam Memperoleh FLEGT License |
| 2 | Stepi Hakim | Clinton Foundation | Konteks Pengelolaan Hutan Rakyat dalam Kebijakan FLEGT/ VPA, SVLK dan Kebijakan Lingkungan Nasional (REDD+, dll) |
| 3 | Ir. Sunaryo, MM | Kabid Kehutanan Propinsi Jawa Tengah | Rencana Aksi Propinsi Jawa Tengah Dalam Mendorong Legalitas Kayu Rakyat dan Pengelolaan Hutan Lestari |
| 4 | Haris Wicaksono | SUCOFINDO | Pengalaman Penilaian SVLK di Unit Manajemen Hutan Rakyat dan Industri Kayu Rakyat |
| Sesi II | |||
| 5 | Nisro | APHR Wonosobo | Pembelajaran Penilaian SVLK di UMHR |
| 6 | Wiwik Darmayanti | CV. Istana Kayu Sukses Makmur | Manfaat VLK bagi Industri berbasis Kayu Rakyat |
| 7 | Suryanto, S.Hut | ARuPA | Membangun Lokasi Pembelajaran Pengelolaan Hutan Lestari dan VLK |
Views: 27

Leave a Reply