Konflik Kehutanan Yang Berbuah Kekerasan

Bagaimana konflik kehutanan sudah banyak dibicarakan dalam edisi lalu. Konflik yang sangat beragam dan terpendam sedalam sejarah panjang pengelolaan hutan telah meninggalkan warisan kepada kita berupa rusaknya hutan. Seluruh Jawa setidaknya 600 ribu hektare hutan berubah menjadi tanah kosong yang hanya ditumbuhi semak belukar. Sebuah pertanyaan bagi kita apakah konflik kehutanan hanya memakan korban hutan semata? Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu saja tidak. Selain degradasi sumber daya hutan, konflik kehutanan juga telah banyak makan korban dari pihak-pihak yang bersengketa atau berkonflik. Selama rentang waktu tersebut banyak korban jatuh.

Menurut Hugh Miall dkk, konflik merupakan ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai, dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru akibat perubahan sosial yang timbul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan. Dengan demikian, konflik pengelolaan sumber daya hutan dapat diartikan sebagai benturan berbagai nilai, kepentingan dan keyakinan beberapa pihak dalam memandang dan memanfaatkan sumber daya hutan. Konflik bersifat alamiah sehingga akan selalu muncul dalam setiap pengelolaan sumber daya hutan. Sedangkan kekerasan adalah salah satu bentuk ekspresi konflik. Kekerasan akan muncul ketika salah satu pihak melanggar atau memasuki dengan paksa wilayah hak-hak atau keutuhan pihak lain.

Dengan pengertian dan fakta historis maupun sosiologis seperti itu, konflik pengelolaan sumber daya hutan setidaknya bersumber dari dua hal. Pertama, faktor-faktor heterogenitas pihak-pihak yang berkompeten terhadap sumber daya hutan dan yang kedua adalah fakta-fakta berhubungan dengan kondisi sumber daya hutan.

Jika di atas dikemukakan bahwa konflik bersifat alamiah, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana konflik yang alamiah itu muncul ke permukaan dan tereskalasi dalam berbagai bentuk kekerasan. Eskalasi konflik banyak disebabkan ketidaktepatan tindakan-tindakan penanganan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat. Kejelian dalam menganalisis konflik pengelolaan hutan akan memunculkan penanganan yang terencanan dan komprehensif. Penanganan konflik yang meluas. Konflik kadang berhasil diredam dan dilokalisasi. Namun, bara yang tersimpan sewaktu-waktu akan muncul ke permukaan dan menjadikan konflik semakin tereskalasi menjadi bentuk-bentuk kekerasan baik secara vertikal maupun horizontal.

Tabel kekerasan Perhutani terhadap Masyarakat

NoTanggalKPHJenis KekerasanSumberDampak
 m l b uRp
101/03/98Banyuwangi UtaraPenembakanSP 5/3/981    
228/06/98RandublatungPenembakanSP 24/7/98  2 1   
327/10/98PurwodadiPenembakanSP 29/10/98  5   
418/07/99SemarangPenembakanSP  1 3   
501/01/00ProbolinggoPenembakanSU 30/5/01  1    
601/07/00SemarangPenembakanBernas 01/01/00  1   
705/11/00CepuPenembakanIO 6/11/00 1    
801/12/00CepuPenembakanARuPA 1    
931/03/01Banyumas BaratPenembakanKP 6/4/01  1   
1018/04/01NganjukPenembakanKP 27/4/01  1   
1118/06/01Saradan/NganjukPenembakanRP 19/7/01  1   
1201/11/01MajalengkaPenembakanPR 8/11/01  1   
1318/01/02BantenPerusakanKT 19/1/02   2  
1426/01/02Banyumas TimurPenganiayaanKR 29/01/02  1   
1529/0402BloraPenembakanKR  1   
1614/10/02CepuPenganiayaanJP 1    
1701/04/03RembangPenembakanARuPA  1   
Jumlah 8 17 2 0 0

Dalam masa-masa penindasan tersebut, pihak yang tertindas selalu menunggu dan memanfaatkan datangnya kondisi dimana terjadi pembusukan dan pelemahan pihak penindas. Dan ketika pihak penindas mengalami keterpurukan, pihak tertindas melampiaskan amarahnya dalam berbagai bentuk lebih-lebih pada saat ini dujumpai adanya pemicu.

Tabel Kekerasan Masyarakat terhadap Perhutani

NoTanggalKPHJenis KekerasanSumberDampak
mlbuRp
101/03/98Banyuwangi UtaraPerusakanSP 5/3/98  1  
215/04/98JeparaPerusakanSP 17/4/98  2  
328/06/98RandublatungPerusakanSP 24/7/98 18  
428/06/98RandublatungPenganiayaanSP 24/7/99 1   
524/07/98MalangPerusakanSP 27/7/98  2  
627/10/98PurwodadiPerusakanSP 29/10/98  3  
701/02/99BantenPerusakanSP  17  
825/09/99PurwakartaPerusakanSP  1  
901/05/00IndramayuPerusakanKP 126/00  1  
1005/11/00CepuPerusakanARuPA  1  
1131/03/01Banyumas BaratPenganiayaanKP 6/4/01 1   
1231/03/01Banyumas BaratPerusakanKP 6/4/01  3  
1317/04/01NganjukPenyanderaanKP 27/04/01     
1417/04/01NganjukPerusakanKP 27/04/01  1  
1518/04/01NganjukPerusakanKP 27/04/01  3  
1618/06/01Saradan/NganjukPenganiayaanRP 19/7/01 1   
1701/11/01MajalengkaPenganiayaanPR 8/11/01 1   
1829/04/02BloraPerusakanKR  1  
1929/04/02BloraPenganiayaanKR 1   
2001/04/03RembangPerusakanARuPA  3  
Jumlah064700

Keterangan M = Meninggal; L=Luka; B=Bangunan dirusak; U=Mengungsi
Sumber: Kompilasi kliping digital (1997-2002) dan laporan ARuPA 1998-2003.

Dalam kasus-kasus konflik pengelolaan hutan yang telah tereskalasi menjadi bentuk-bentuk kekerasan, terbuka kesempatan bagi aparat dan pihak-pihak oportunis tersebut melihat konflik kehutanan yang tidak segera tertangani sebagai lahan subur untuk menumpuk keuntungan sebesar-besarnya dan memperkaya diri. Karena itulah konflik pengelolaan hutan di Jawa saat ini jauh lebih rumit karena ketiga elemen tersebut bekerja bersama-sama dengan faktor eksternal lainnya.

Pihak ketiga (free-riders), yang umumnya adalah pemilik modal, mulai terlibat ketika konflik hutan sudah tereskalasi dalam bentuk-bentuk kekerasan. Masyarakat yang sudah jenuh dengan penderitaan akan mudah tergiur pada apa yang ditwarkan oleh pihak ketiga. Di dalam perkembangannya, keterlibatan pihak ketiga ini tidak hanya bersifat lokal, tapi sudah bersifat refional, bahkan mungkin sekali berskala nasional. Hal ini semakin rumit karena mereka telah memiliki jaringan yang sangat rapi dan didukung oleh aparat keamanan.

Modus Pelolosan Pengiriman Kayu Illegal Setengah Jadi pada suatu KPH

Active Image

Sumber: Hery Santoso, 2001, Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan: Studi Perlawanan Masyarakat Desa Hutan di Perum Perhutan (click disini untuk melihat bagan modus dengan jelas)

Dalam kondisi seperti ini, hukum negara sudah tidak dapat lagi dipergunakan sebagai alat untuk menghentikan kekerasan. Posisi negara sudah dalam keadaan lemah dan terdesak sebagai akibat perilaku para penyelenggara negara yang tidak bertanggung jawab. Hukum dengan mudah dapat dibeli oleh pihak-pihak yang memiliki sumber daya lebih. Begitu juga dengan politik. Suara rakyat dan pihak yang menghendaki hutan dikelola demi kelestariannya secara adil dan demokratis tidak mendapatkan saluran sebagaimana mestinya. Justru yang muncul adalah tindakan-tindakan represif.

Konflik kehutanan di Indonesia , khususnya Jawa, masih marak. Berbagai inisiatif penganganan yang coba diterapkan oleh otoritas pengelolaan hutan belum juga menunjukkan hasil yang berarti. Masih banyak mekanisme penganan yang lebih mendasarkan diri pada proses-porses represif berlawanan dengan harapan menyelesaikan konflik. Yang justru terjadi adalah berkembangnya konflik kehutanan dalam skala yang lebih luas, yang di sana-sini disertai berbagai kekerasan.

Menurut saya, dalam penanganan konflik kehutanan diperlukan langakah-langakah yang benar-benar terencana dan komprehensif. Untuk itu, diperlukan beberapa langkah berikut. Pertama studi untuk mendalami tipologi konflik sebagai landasan dalam menyusun strategi penganganan konflik pengelolaan hutan. Studi sebaiknya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait. Kedua, masing-masing pihak segera mengambil langkah yang terbaik untuk mencegah timbulnya konflik yang lebih keras sebagai landasan dalam membangun kepercayaan antara pihak. Ketiga, mengubah kekuatan negatif konflik menjadi kekuatan sosial politik yang positif dengan membangun berbagai persetujuan dan kesepakatan baik melalui cara-cara tradisional, musyawarah, lewat pendekatan legal formal, maupun dengan model-model alternative disputi resolution (ADR).

Rancangan juga harus mampu membatasi kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku pihak-pihak berkonflik ke arah yang lebih positif yang dikenal dengan manajemen konflik. Tidak cukup dengan itu. Harus dilakukan kegiatan-kegiatan dalam kerangka resolusi konflik agar penyebab konflik dapat diminimalisasi dan hubungan baru yang tahan lama antara pihak-pihak yang berkonflik dapat berkembang.

Pada akhirnya, suatu proses transformasi konflik dilakukan dengan mengatasi sumber konflik yang lebih luas (secara sosial dan politik), yakni dengan mendorong terciptanya sistem penguasaan dan pengelolaan sumber daya yang lebih adil dan demokratis.

Catatan sumber berita pada tabel:

SP= Suara Pembaruan
KP = Kompas
RP = Republika
KR = Kedaulatan Rakyat
PR = Pikiran Rakyat
SU = Surabaya Post
KT = Koran Tempo
IO = Indonesian Observer
JP = Jawa Pos

Views: 24

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *