Home > Berita > Kemitraan Hulu dan Hilir Dalam Peningkatan Ekspor Produk yang Ber- S-LK dan Ber- COC

IMG_3799Untuk mencapai nilai tambah di tingkat petani/pengelola hutan rakyat, ARuPA terus melakukan upaya mempertemukan antara hulu dan hilir, antara pemilik hutan rakyat dan industry. Hal ini dilakukan untuk menciptakan rantai perdagangan produk hutan rakyat yang adil, legal, lestari dan mendorong kreatifitas serta inisiatif penumbuhan wirausaha-wirausaha muda di kelompok-kelompok tani.

Jembatan informasi antara IKM (industry kecil menengah) dan UMHR (unit manajemen hutan rakyat) atau APHR (Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat) ini penting, karena para industry ini sebenarnya membutuhkan informasi mengenai produk-produk hutan rakyat yang telah legal dan lestari untuk mencukupi produksi mereka. Hal ini merupakan, aksi dari rencana tindak lanjut dari pertemuan jejaring kemitraan yang dilaksanakan oleh ARuPA di salah satu hotel di Yogyakarta pada 08 Desember 2016.

Semangat untuk mendorong kemitraan ini adalah untuk menciptakan kemandirian di kelompok-kelompok tani sehingga mereka tidak lagi tergantung dengan pihak ketiga baik untuk penguatan kelembagaan maupun untuk kegiatan sertifikasi. Dengan kemitraan ini diharapkan akan mengembalikan semangat UMHR yang selama ini mengendur karena riuhnya dinamika kebijakan penerapan tata usaha kayu yang seakan mencederai semangat para kelompok tani hutan rakyat yang telah ber S-LK .

Mempertemukan antara hulu dan hilir ini memang tidak mudah, banyak skema-skema kemitraan yang awalnya berjalan bagus tetapi berhenti ditengah jalan. Komunikasi dan penentuan harga menjadi point utama permasalahan pelaksanaan kemitraan, di sisi petani diharapkan ada penambahan nilai kayunya setelah mendapatkan sertifikasi tetapi di IKM belum bisa memenuhi permintaan tersebut karena IKM juga tidak bisa seenaknya menaikkan harga produknya.
Melihat fakta yang terjadi saat ini, sebenarnya produk Indonesia mempunyai keunggulan tersendiri di pasar furniture dan handicraft di negara-negara Eropa. Karena Indoneisa adalah negara yang pertama-tama mengantongi FLEGT License, yang berarti produk dari Indonesia telah bisa diterima di negara-negara Eropa tanpa harus dilaksanakan uji tuntas (due diligence) terhadap legalitasnya. Harapannya dengan pasar yang terbuka luas ini, akan mampu mendongkrak harga jual sehingga nanti ditingkat hulunya bisa mencecap manisnya madu “FLEGT License” atau SVLK setelah pahit getir yang telah dilaluinya.

Kemitraan dari hulu dan hilir yang sampai sekarang tetap berjalan, contohnya adalah kemitraan yang dilakukan oleh UD Abioso dengan APHR Ngudi Utomo. Keberhasilan kemitraan ini merupakan wujud komitmen dari kedua pihak tersebut yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata tetapi bagaimana IKM tersebut bisa menyumbangkan hal yang positif kepada UMHR sebagai pemasoknya.

ARuPA terus mendorong hilir untuk menyerap produk dari hulu melalui pertemuan jejaring maupun group komunitas online yang dibentuk untuk menjawab kebutuhan para pihak tadi. Apa yang terjadi di Boyolali, akan dicoba di replikasi di tempat-tempat lain. CV Industri Classica Variasi, CV Palemcraft, CV Annacraft, CV Nebula craftwork dan CV Nafarrel furniture dan ikm-ikm lain adalah beberapa IKM yang telah telah menjajagi dan bekerjasama dengan UMHR/APHR untuk memasok bahan baku ataupun bahan setengah jadi yang telah ber S-LK dan memenuhi standar lacak balak (chain of custody). (ST)

IMG_3788

Print Friendly, PDF & Email

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*